Tentang Mimpi dan Mengabdi untuk Negeri
Memasuki babak akhir masa perkuliahan memang tidak mudah, terutama bagi saya, kalau temen-temen yang lain gatau deh, keliatannya sih sama juga, haha. Sudah menuju angka satu tahun saya menyelami dinamika ‘aktivitas’ mahasiswa tingkat empat. Saya dituntut harus bisa berdamai dengan diri sendiri untuk bisa menaklukan raksasa besar bernama tugas akhir. Finally I know how it feel. Tugas akhir ini bukan perkara mudah, apalagi buat saya yang orang ekstrovert, dimana mood gampang kepengaruh sama lingkungan sekitar. Entahlah rasanya susah untuk bisa fokus dan ngerjain si TA kalu tidak ada dorongan kuat dari luar (alesan aja sih sebenernya, bilang aja males, hehe). Tapi kita gak akan bahas raksasa ini lebih jauh, biarkan power rangers dan megazord yang menanganinya.
Memasuki babak akhir masa perkuliahan memang tidak mudah, terutama bagi saya, kalau temen-temen yang lain gatau deh, keliatannya sih sama juga, haha.
Menjadi mahasiswa di penghujung kehidupan kampus memaksa kami untuk memikirkan masa depan. Meskipun harusnya udah dipikirin dari dulu, tapi rasanya berbeda karena kali ini ada benturan baru bernama realitas. Barangkali dulu kita bermimpi sangat tinggi dengan bisa bekerja di perusahaan multinasional super gede pasca lulus. Bisa langsung kaya di hari pertama, punya rumah di hari kedua, mobil keempat di hari ketiga, dan istri ke.. ah sudahlah. Intinya banyak penyesalan yang datang karena lagi lagi peningkatan kompetensi diri tidak bisa saya maksimalkan semasa kuliah dulu. (ps: buat para adik kelas jangan ditiru ya, semangat kuliahnya!). But life must go on. Suka atau tidak, kami harus memikirkan masa depan yang sebentar lagi menghantam membabi buta.
Saya termasuk orang yang percaya bahwa negeri ini akan lebih baik dengan bertambahnya jumlah orang-orang terdidik dan berpendidikan tinggi. Kemenangan seorang Muhammad Alfatih tak lepas dari kecerdasannya menggunakan strategi meriam berteknologi mutakhir, kedigdayaan developed country seperti di amerika dan eropa tentu karena banyaknya kaum intelektual, dan pastinya janji Allah untuk menaikan derajat para penuntut ilmu. Hal tersebut adalah sederet bukti dan alasan kuat yang membuat saya bertekad harus meneruskan pendidikan ke janjang yang lebih tinggi.
Namun lagi-lagi saya kembali merenung antara dua pilihan. Kuliah langsung atau kerja terlebih dahulu? Meskipun sejak dulu saya punya plan untuk kerja sebelum S2, namun ingin rasanya saya segera berangkat saja menyusul kawan-kawan saya yang ada di jepang, atau menuju eropa mengikuti jejak beberapa kakak kelas yang sudah disana. Akhirnya selama hampir sebulan saya melakukan riset (gaya amat bahasanya) dengan berdiskusi bersama beberapa orang dari berbagai latar belakang, termasuk berdiskusi dengan Mommy and Daddy tentunya.
Akhirnya keputusan saya sudah bulat, kembali ke plan awal, saya harus kerja dahulu. Bukan tanpa alasan, keinginan saya untuk langsung S2 mentok di pertanyaan bidang apa yang akan di ambil, dan bagaimana nanti akan diimplementasikan di negeri tercinta. Berhubung saya juga belum ada niatan untuk menjadi dosen, maka bekerja terlebih dahulu adalah sebuah keharusan bagi saya. perlu adanya insight terhadap kebutuhan lapangan yang cukup baik bisa didapat dari dunia kerja. Saya tidak ingin pada akhirnya menyesal menghabiskan 2 tahun usia pada sesuatu yang kurang bisa diimplementasikan dengan baik.
keinginan saya untuk langsung S2 mentok di pertanyaan bidang apa yang akan di ambil, dan bagaimana nanti akan diimplementasikan di negeri tercinta.
Kembali ke judul di atas, perkara mengabdi untuk negeri menurut saya adalah hal esensial. Pastinya memang tidak mudah, banyak case yang terjadi dimana ilmu tidak dihargai, susah mendapat dana riset, dan seterusnya. Namun bagaimanapun saya meyakini bahwa suatu saat negeri ini akan berubah menjadi lebih baik. Dengan semakin banyaknya kaum intelektual yang kembali, maka perhatian akan dunia keilmuan akan bergeser ke arah yang lebih baik. Lahirnya besiswa LPDP misalnya, ini adalah kemajuan luar biasa dimana pemerintah menggelontorkan dana yang begitu besar untuk para pemuda penerus bangsa yang akan melanjutkan studi, baik di dalam negeri maupun abroad.
Karena itu silahkan pergi sejauh-jauhnya, kejar ilmu sampai tempat lahirnya, tapi jangan lupa untuk kembali pada ibu pertiwi. Mari rasakan nikmatnya berjuang diatas aspal panas ibukota, diatas tanah hasil perjuangan para pahlawan , mengabdi untuk Indonesia. Suatu saat nanti, pilar-pilar penopang negeri ini akan pindah ke pangkuan anak-anak muda sekarang, karena itu saatnya #MudaBergerak, Hahaha.
Semoga idealisme ini tetap bisa saya pegang sampai seterusnya. Salam hangat 🙂
Mari bersama rasakan nikmatnya berjuang diatas aspal panas ibukota, diatas tanah hasil perjuangan para pahlawan , mengabdi untuk Indonesia.